GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH (KOAGULASI)

July 8, 2009 imgreatdoctor

PENDAHULUAN
Setiap orang mengetahui bahwa pendarahan pada akhirnya akan berhenti ketika terjadi luka atau terdapat luka lama yang mengeluarkan darah kembali. Saat pendarahan berlangsung, gumpalan darah beku akan segera terbentuk dan mengeras, dan luka pun pulih seketika. Sebuah kejadian yang mungkin tampak sederhana dan biasa saja di mata Anda, tapi tidak bagi para ahli biokimia. Penelitian mereka menunjukkan, peristiwa ini terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang sangat rumit. Hilangnya satu bagian saja yang membentuk sistem ini, atau kerusakan sekecil apa pun padanya, akan menjadikan keseluruhan proses tidak berfungsi.
Darah harus membeku pada waktu dan tempat yang tepat, dan ketika keadaannya telah pulih seperti sediakala, darah beku tersebut harus lenyap. Sistem ini bekerja tanpa kesalahan sedikit pun hingga bagian-bagiannya yang terkecil.
Jika terjadi pendarahan, pembekuan darah harus segera terjadi demi mencegah kematian. Di samping itu, darah beku tersebut harus menutupi keseluruhan luka, dan yang lebih penting lagi, harus terbentuk tepat hanya pada lapisan paling atas yang menutupi luka. Jika pembekuan darah tidak terjadi pada saat dan tempat yang tepat, maka keseluruhan darah pada makhluk tersebut akan membeku dan berakibat pada kematian.

  • § Dalam proses pembekuan darah, diperlukan faktor-faktor pembekuan darah, antara lain:

(Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.2003)

Factor VIII merupakan molekul kompleks yang terdiri atas tiga subunit yang berbeda:
1. Bagian prokoagulan yang mengandung factor antihemofilia , VIIIAHG, yang tidak dijumpai pada pasienpasien hemofilia klasik
2. Subunit lain yang mengandung tempat antigenic
3. Factor Von Willebrand, VIIIVWF, yang diperlukan untuk adhesi trombosit pada dinding pembuluh darah. Faktor Von Willebrand terus-menerus mengalir dan berlalu-lalang ke seluruh penjuru aliran darah. Protein ini berpatroli, dengan kata lain bertugas memastikan bahwa tidak ada luka yang terlewatkan oleh trombosit.
Selain itu masih ada Prakalikrein dan kininogen dengan berat molekul tinggi (HMWK), bersama factor XII dan XI, disebut factor-faktor kontak dan diaktivasi pada saat cedera dengan berkontak dengan permukaan jaringan, factor-faktor tersebut berperan dalam pemecahan bekuan-bekuan pada saat terbentuk. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)

Aktivasi factor-faktor koagulasi diyakini terjadi karena enzim-enzim memecahkan fragmen bentuk precursor yang tidak aktif, oleh karena itu disebut prokoagulan. Tiap factor yang diaktivasi, kecuali factor V, VIII, XIII, dan I (fibrinogen), merupakan enzim pemecah protein (protease serin), yang mengaktivasi prokoagulan berikutnya. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)

Proses pembekuan darah yang normal mempunyai 3 tahap yaitu

1. Fase koagulasi

Koagulasi diawali dalam keadaan homeostasis dengan adanya cedera vascular. Vasokonstriksi merupakan respon segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh yang terpajan dengan cedera. Trombosit yang terjerat di tempat terjadinya luka mengeluarkan suatu zat yang dapat mengumpulkan trombosit-trombosit lain di tempat tersebut. Kemudian ADP dilepas oleh trombosit, menyebabkan agregasi trombosit. Sejumlah kecil trombin juga merangsang agregasi trombosit, bekerja memperkuat reaksi. Trombin adalah protein lain yang membantu pembekuan darah. Zat ini dihasilkan hanya di tempat yang terluka, dan dalam jumlah yang tidak boleh lebih atau kurang dari keperluan. Selain itu, produksi trombin harus dimulai dan berakhir tepat pada saat yang diperlukan. Dalam tubuh terdapat lebih dari dua puluh zat kimia yang disebut enzim yang berperan dalam pembentukan trombin. Enzim ini dapat merangsang ataupun bekerja sebaliknya, yakni menghambat pembentukan trombin. Proses ini terjadi melalui pengawasan yang cukup ketat sehingga trombin hanya terbentuk saat benar-benar terjadi luka pada jaringan tubuh. Factor III trombosit, dari membrane trombosit juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini, terbentuklah sumbatan trombosit, kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa (fibrin). (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003)

Produksi fibrin dimulai dengan perubahan factor X menjadi Xa, seiring dengan terbentuknya bentuk aktif suatu factor. Factor X dapat diaktivasi melalui dua rangkaian reaksi. Rangkaian pertama memerlukan factor jaringan, atau tromboplastin jaringan, yang dilepaskan oleh endotel pembuluh darah pada saat cedera.. karena factor jaringan tidak terdapat di dalam darah, maka factor ini merupakan factor ekstrinsik koagulasi, dengan demikian disebut juga jalur ekstrinsik untuk rangkaian ini. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)

Rangkaian lainnya yang menyebabkan aktivasi factor X adalah jalur intrinsic, disebut demikian karena rangkaian ini menggunakan factor-faktor yang terdapat dalam system vascular plasma. Dalam rangkaian ini, terjadi reaksi “kaskade”, aktivasi satu prokoagulan menyebabkan aktivasi bentuk pengganti. Jalur intrinsic ini diawali dengan plasma yang keluar terpajan dengan kulit atau kolagen di dalam pembuluh darah yang rusak. Factor jaringan tidak diperlukan, tetapi trombosit yang melekat pada kolagen berperan. Faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktivasi. Zat-zat prakalikrein dan HMWK juga turut berpartisipasi, dan diperlukan ion kalsium. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003)

Dari hal ini, koagulasi terjadi di sepanjang apa yang dinamakan jalur bersama. Aktivasi aktor X dapat terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik atau intrinsik. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut berperan dalam hemostasis. Langkah selanjutnya pada pembentukan fibrin berlangsung jika faktor Xa, dibantu fosfolipid dari trombosit yang diaktivasi, memecah protrombin, membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. Fibrin ini pada awalnya merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan memerangkap sel-sel darah. Untaian fibrin kemudian memendek (retraksi bekuan), mendekatkan tepi-tepi dinding pembuluh darah yang cederadan menutup daerah tersebut. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)

2. Penghentian pembentukan bekuan
Setelah pembentukan bekuan, sangat penting untuk melakukan pengakhiran pembekuan darah lebih lanjut untuk menghindari kejadian trombotik yang tidak diinginkan.yang disebabkan oleh pembentukan bekuan sistemik yang berlebihan. Antikoagulan yang terjadi secara alami meliputi antitrombin III (ko-faktor heparin), protein C dan protein S. Antitrombin III bersirkulasi secara bebas di dalam plasma dan menghambat sistem prokoagulan, dengan mengikat trombin serta mengaktivasi faktor Xa, IXa, dan XIa, menetralisasi aktivitasnya dan menghambat pembekuan. Protein C, suatu polipeptida, juga merupakan suatu antikoagulan fisiologi yang dihasilkan oleh hati, dan beredar secara bebas dalam bentuk inaktif dan diaktivasi menjadi protein Ca. Protein C yang diaktivasi menginaktivasi protrombin dan jalur intrinsik dengan membelah dan menginaktivasi faktor Va dan VIIIa. Protein S mempercepat inaktivasi faktor-faktor itu oleh protein protein C. Trombomodulin, suatu zat yang dihasilkan oleh dinding pembuluh darah, diperlukan untuk menimbulkan pengaruh netralisasi yang tercatat sebelumnya. Defisiensi protein C dan S menyebabkan spisode trombotik. Individu dengan faktor V Leiden resisten terhadap degradasi oleh protein C yang diaktivasi. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)

3. Resolusi bekuan
Sistem fibrinolitik merupakan rangkaian yang fibrinnya dipecahkan oleh plasmin (fibrinolisin) menjadi produk-produk degradasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Diperlukan beberapa interaksi untuk mengubah protein plasma spesifik inaktif di dalam sirkulasi menjadi enzim fibrinolitik plasmin aktif. Protein dalam bersirkulasi, yang dikenal sebagai proaktivator plasminogen, dengan adanya enzim-enzim kinase seperti streptokinase, stafilokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa, dikatalisasi menjadi aktivator plasminogen. Dengan adanya enzim-enzim tambahan seperti urokinase, maka aktivator-aktivator mengubah plasminogen, suatu protein plasma yang sudah bergabung dalam bekuan fibrin, menjadi plasmin. Kemudian plasmin memecahkan fibrin dan fibrinogen menjadi fragmen-fragmen (produk degradasi fibrin-fibrinogen), yang mengganggu aktivitas trombin, fungsi trombosit, dan polimerisasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Makrofag dan neutrofil juga berperan dalam fibrinolisis melalui aktivitas fagositiknya. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)

Untuk lebih jelasnya lihat skema pembekuan darah normal berikut ini:

(Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.2003.)
Dalam kenyataannya tidak semua orang mempunyai mekanisme pembekuan darah yang normal, ada juga orang yang mengalami gangguan pembekuan darah. Gangguan pembekuan darah diartikan sebagai keadaan dimana terjadi gangguan pada proses sumbat terhadap perdarahan yang terjadi. Gangguan pembekuan darah dapat disebabkan oleh faktor genetik, supresi komponen genetik, atau konsumsi komponen pembekuan. Dalam paper ini akan dibahas beberapa contoh penyakit akibat gangguan pembekuan darah, antara lain:
1. Hemofilia
2. von willebrand
3. Trombositosis
4. Tronbositopenia
5. D.I.C (disseminated intravascular coagulation) atau pembekuan intravaskuler tersebar.
6. kelainan Vaskuler
§ Penyakit Akibat Gangguan Pembekuan Darah

1. Hemofilia

Hemofilia merupakan penyakit kelainan koagulasi yang sering kita jumpai.Hemofilia adalah gangguan koagulasi herediter akibat terjadinya mutasi atau cacat genetik pada kromosom X. Kerusakan kromosom ini menyebabkan penderita kekurangan faktor pembeku darah sehingga mengalami gangguan pembekuan darah. Dengan kata lain, darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. (Dr.Umar zein, 2008)

Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa. Namun mayoritas penderita hemofilia adalah pria karena mereka hanya memiliki satu kromosom X. Sementara kaum hawa umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat. Akan tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun ternyata sebanyak 30 persen tak diketahui penyebabnya. (Dr.Umar zein, 2008)
. Ada dua jenis utama Hemofilia , yaitu:
Hemofilia A
Disebut Hemofilia Klasik. Pada hemofilia ini, ditemui adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor antihemofilia VIII, protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. ( Gugun,2007)

Hemofilia B :

Disebut Christmas Disease. Ditemukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas yang berasal dari Kanada.pada Christmas Disease ini, dijumpai defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX. (Gugun, 2007)

Penyakit hemofilia diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :

– Hemofilia berat, jika kadar aktivitas faktor kurang dari 1 %.
– Hemofilia sedang, jika kadar aktivitas faktor antara 1-5 %.
– Hemofilia ringan, jika kadar aktivitas faktor antara 6-30 %.
Gangguan pembekuan darah terjadi karena kadar aktivitas faktor pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Sementara tingkat normal faktor VIII dan IX adalah 50-200 %. Pada orang normal, nilai rata-rata kedua faktor pembeku darah adalah 100%. (Gugun,2007)

Faktor penyebab Hemofilia
a) Faktor Genetik
Hemofilia atau pennyakit gangguan pembekuan darah memang menurun dari generasi ke generasi lewat wanita pembawa sifat (carier) dalam keluarganya, yang bisa secara langsung, bisa tidak. Seperti kita ketahui, di dalam setiap sel tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom dengan bebagai macam fungsi dan tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat atau ciri organisme, misalnya tinggi, penampilan, warna rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sel kelamin adalah sepasang kromosom di dalam initi sel yang menentukan jenis kelamin makhluk tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y, sedangkan wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus hemofilia, kecacatan terdapat pada kromosom X akibat tidak adanya protein faktor VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi komponen dasar pembeku darah (fibrin). (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., Patofisioogi klinik proses-proses penyakit vol.1.)

Berikut ini adalah peta pedigree bagaimana penyakit hemofilia dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya:

Keterangan:
Gambar 1:
menggambarkan keadaan keturunan, jika seorang laki- laki normal memiliki anak dari seorang wanita pembawa sifat hemofilia hemofilia.Jika mereka mendapatkan anak laki -laki, maka anak tersebut 50% kemungkinan terkena hemofilia. Ini tergantung dari mana kromosom X pada anak laki – laki itu didapat. Jika ia mewarisi kromoson X normal dari sang ibu, maka ia tidak akan terkena hemofilia. Jika ia mewarisi kromosom X dari sang ibu yang mengalami mutasi, maka ia akan terkena hemofilia. Dengan jalan yang sama, sepasang anak perempuan memiliki 50% kemungkinan adalah pembawa sifat hemofilia. Ia akan normal jika ia mewarisi kromosom X normal dari sang ibu. Dan sebaliknya ia dapat mewarisi kromosom X dari sang ibu yang memiliki sifat hemofilia, sehingga ia akan menjadi pembawa sifat hemofilia. (Gugun,2007)

Keterangan:
Pria penderita hemofilia menikah dengan wanita normal, maka kemungkinan anak mereka adalah 50% anak laki-laki normal dan 50% anak perempuan carrier (pembawa sifat) hemofilia.Karena seorang carrier hanya memiliki satu buah kromosom X normal yang dapat memproduksi sejumlah Faktor VIII atau Faktor IX didalam susunan pembeku darah, maka mereka dapat terhindar dari segala jenis hemofilia berat yang jumlah kadar zat pembekunya kurang dari 1 %. Bagaimanapun juga, tingkatan dalam zat pembeku darah yang bervariatif pada seorang pembawa sifat sangatlah luas. Jumlah kadar zat pembeku darah seorang carrier hemofilia akan memiliki jumlah yang sama dengan penderita hemofilia hanya saja mereka masih dalam taraf yang normal. Hal ini terjadi karena adanya 2 buah kromosom X, salah satu gennya memiliki pembawa sifat hemofilia sehingga fungsinya tidak seimbang. Bila kromosom X hemofilia fungsionilnya terjadi di setiap sel, maka seorang carrier akan memiliki aktifitas pembeku darah dengan tingkatan yang paling rendah. (Gugun,2007)

Kebanyakan dari seorang carrier hemofilia memiliki tingkatan pembeku darah antara 30 % dan 70 % dari angka normal dan tidak selalu mengalami perdarahan yang berlebihan. Namun beberapa carrier hemofilia memiliki kadar faktor VIII atau IX 30% lebih rendah dari keadaan normalnya. Dan para wanita ini dapat di kategorikan setengah hemofilia.Dalam hal ini , semua carrier hemofilia harus lebih menaruh perhatian pada perdarahan yang tidak wajar. Tanda -tandanya antara lain : menstruasi yang berkepanjangan dan berlebihan (menorrhagia), mudah terluka, sering mengalami perdarahan pada hidung (mimisan). (Gugun,2007)
b) faktor komunikasi antar sel
Sel-sel di dalam tubuh manusia juga mempunyai hubungan antara sel satu dengan sel lain yang dapat saling mempengaruhi. Penelitian menunjukkan, peristiwa pembekuan darah terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang sangat rumit. Terjadi interaksi atau komunikasi antar sel, sehingga hilangnya satu bagian saja yang membentuk sistem ini, atau kerusakan sekecil apa pun padanya, akan menjadikan keseluruhan proses tidak berfungsi.. Jalur intrinsik menggunakan faktor-faktor yang terdapat dalam sistem vaskular atau plasma. Dalam rangkaian ini, terdapat reaksi air terjun, pengaktifan salah satu prokoagulan akan mengakibatkan pengaktifan bentuk seterusnya. Faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktivasi. Zat prekalikein dan kiininogen berat molekul tinggi juga ikut serta dan juga diperlukan ion kalsium. Koagulasi terjadi di sepanjang apa yang dinamakan jalur bersama. Aktivasi faktor X dapat terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik atau intrinsik. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut berperan dalam hemostasis. Pada penderita hemofilia, dalam plasma darahnya kekurangan bahkan tidak ada faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan IX. Semakin kecil kadar aktivitas dari faktor tersebut maka, pembentukan faktor Xa dan seterusnya akan semakin lama. Sehingga pembekuan akan memakan waktu yang lama juga (terjadi perdarahan yang berlebihan). (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)
c) faktor epigenik
Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan kekurabgab faktor IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang fungsional dari faktor VIII ini tereduksi. Aktifasi reduksi dapat menurunkan jumlah protein faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari protein. Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional aktifasi faktor X yang kompleks (”Xase”), sehigga hilangnya atau kekurangan kedua faktor ini dapat mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktifitas faktor X yang aktif dimana berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin, sehingga jiaka trombin mengalami penurunan pembekuanyang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Ø Patogenesis penyakit hemofilia
Proses kejadian dimulai dari terjadinya cedera pada permukaan jaringan, kemudian dilanjutkan pada permukaan fosfolipid trombosit yang mengalami agregasi. Ada proses utama homeostatis pada pembekuan darah :
1. fase konstriksi sementara (respon langsung terjadi cedera)
2. reaksi trombosit yang terdiri dari adhesi, seperti faktor III dari membran trombosit juga mempercepat pembekuan darah
3. pengaktifan faktor-faktor pembekuan, seperti faktor III dari membran trombosit, juga mempercepat pembekuan darah
dengan cara ini, terbentuklah sumbatan sumbat trombosit yang kemudian diperkuat oleh protein filamentosa yang dikenal dengan fibrin. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa (belum aktif). Rangkaian reaksi pertama memerlukan faktor jaringan (tromboplastin) yang dilepas endotel pembuluh saat cedera. Faktor jaringan ini tidak terdapat dalam darah, sehingga disebut faktor ekstrinsik. Sedangkan faktor VIII dan IX terdapat dalam darah, sehingga disebut jalur intrinsik. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Dalam proses ini, pengaktifan salah satu prokoagulan akan mengakibatkan pengaktifan bentuk penerusnya. Jalur intrinsik diawali dengan keluarnya plasma atau kolagen melalui pembuluh yang rusak dan mengenai kulit. Faktor-faktor koagulasi XII, XI, dan IX harus diaktifkan berurutan. Faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X diaktifkan. Namun pada penderita hemofilia faktor VIII mengalami defisiensi, akibatnya proses pembekuan darah membutuhkan waktu yang lama untuk melanjutkan ke tahap berikutnya.Kondisi seperti inilah yang menghambat pengaktifan jalur intrinsik. Secara tidak langsung juga menghambat jalur bersama, karena faktor X tidak bisa diaktifkan.Pembentukan fibrin, walaupun dibantu oleh fosfolipid, trombosit tidak berarti tanpa faktor Xa. Untaian fibrin tidak terbentuk maka dinding pembuluh yang cedera menutup. Dan perdarahanpun sulit dihentikan, hal ini dapat diuji dengan tingginya (lamanya) PTT (partial tromboplastin time). (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., 2003)
Manisfestasi klinik
Hemofilia A
Hemofilia A atau hemofilia klasik berkarakteristik perdarahan berlebihan sebagian besar bagian tubuh. Hematoma dan Hemarthroses dapat terjadi pada penyakit ini. Gejala klinis dapat berupa perdarahan spontan yang berulang dalam sendi, otot, maupun anggota tubuh yang lain. Hal ini dapat berakibat kecacatan pada sendi dan otot, bahkan perdarahan berlanjut dapat menyebabkan kematian pada usia dini. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

Di sisi lain jika luka sobek di permukaan kulit, darah akan terlihat mengalir keluar perlahan kemudian pasti menjadi kumpulan darah yang lembek. Tetapi bila lukanya di bawah kulit, akan terjadi memar atau lebam kebiruan kendati luka itu berasal dari benturan. Beda lagi jika perdarahan terjadi di persendian dan otot. Jaringan di sekitarnya bisa rusak. Itulah sebabnya mengapa hemofilia bisa menyebabkan kelumpuhan. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Hemofilia A dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu : ringan, sedang, dan berat. Berikut ini akan menjelaskan manifestasi klinis berdasarkan klasifikasi hemofilia:
Hemofilia berat
tingkat faktor VIII : ≤ 1% dari normal (≤ 0,01 U/ml)

Manifestasi klinis :
1. perdarahan spontan sejak awal masa pertumbuhan (masa infant).
2. lamanya perdarahan spontan dan perdarahan lainnya membutuhkan faktor pembekuan pengganti.
3. frekuensi perdarahan sering dan terjadi secara tiba-tiba.
Hemofilia sedang
Tingkat faktor VIII : 1-5 % dari normal (0,01-0,05 U/ml)
Manifestasi klinis :
1. perdarahan karena trauma atau pembedahan.
2. frekuensi perdarahan terjadi kadang-kadang.hemofilia.
Hemofilia ringan
Tingkat faktor VIII : 6-30 % dari normal (0,06-0,30 U/ml)
Manifestasi klinis :
1. Perdarahan karena trauma atau pembedahan.
2. frekuensi perdarahan jarang.

  • Ø Gejala penyakit Hemofilia
    • Apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan (pendarahan dibawah kulit)
    • Apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti.
    • Pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan maupun lutut kaki sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat.
    Sendi dan otot yang mengalami pendarahan terlihat bengkak dan nyeri bila disentuh.(andra. 2007)

Dampak Psikologis Penderita

Timbulnya suatu penyakit yang kronis – seperti pada hemofilia – dalam suatu keluarga memberikan tekanan pada system keluarga tersebut dan menuntut adanya penyesuaian antara si penderita sakit dan anggota keluarga yang lain. Penderita sakit ini sering kali harus mengalami hilangnya otonomi diri, peningkatan kerentanan terhadap sakit, beban karena harus berobat dalam jangka waktu lama. Sedangkan anggota keluarga yang lain juga harus mengalami “hilangnya” orang yang mereka kenal sebelum menderita sakit (berbeda dengan kondisi sekarang setelah orang tersebut sakit), dan kini (biasanya) mereka mempunyai tanggungjawab pengasuhan terhadap anggota keluarga yang mengalami penyakit hemofilia. ( Dr. Ika Widyawati SpKJ, 2007)

Kondisi penyakit yang kronis ini menimbulkan depresi pada anggota keluarga yang lain dan mungkin menyebabkan penarikan diri atau konflik antar mereka.
Kondisi ini juga menuntut adaptasi yang luar biasa dari keluarga.Hemofilia tidak hanya merupakan masalah medis atau biologis semata, namun juga mempunyai dampak psikososial yang dalam.Pengaruh orang dengan hemofilia sebaiknya tidak hanya memperhatikan masalah fisiologi-nya saja – misal mengontrol perdarahannya dan mencegah timbulnya disabilitas fisik – tetapi juga diharapkan mempunyai perhatian pada berbagai gangguan alam perasaannya, rasa tidak amannya, rasa terisolasi dan masalah keluarga terdekatnya (orangtua, istri, anak dan saudara kandung).( Dr. Ika Widyawati SpKJ, 2007)

WOC penyakit hemofilia

2. Penyakit Von Willebrand
Penyakit von willebrand adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan atau kelainan pada vaktor von willebrand di dalam darah yang sifatnya diturunkan. Faktor von willebrand adalah suatu protein yang mempengaruhi fungsi trombosit. Gen yang membuat VWF bekerja pada dua jenis sel yaitu :
– Sel endotel yaitu yang melapisi pembuluh darah, dan
– trombosit
Jika tidak terdapat cukup VWF dalam darah, atau tidak bekerja dengan baik, maka dalam proses pembekuan darah memerlukan waktu lebih lama. Penyakit ini tidak sama dengan hemofilia dan sering dialami oleh wanita. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.2003)
Ø Patogenesis
Dalam tubuh darah diangkut dalam pembuluh darah. Jika ada cedara jaringan, terjadi kerusakan pembuluh darah dan akan menyebabkan kebocoran darah melalui lubang pada dinding pembuluh darah. Pembuluh dapat rusak dekat permukaan seperti saat terpotong. Atau ia dapat rusak di bagian dalam tubuh sehingga terjadi memar atau perdarahan dalam. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

Trombosit adalah sel kecil yang beredar dalam darah. Setiap trombosit berukuran garis tengah kurang dari 1/10,000 centimeter. Terdapat 150 to 400 miliar trombosit dalam 1 liter darah normal. Trombosit mempunyai peranan penting untuk menghentikan perdarahan dan memulai perbaikan pembuluh darah yang cedera. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

Jika pembuluh darah terluka, ada empat tahap untuk membentuk bekuan darah yang normal.

Gambar 1a. Pembekuan darah normal Gambar 1b. Pembekuan darah tidak normal
(Gugun,2007)

Tahap 1 Pembuluh darah terluka dan mulai mengalami perdarahan.
Tahap 2 Pembuluh darah menyempit untuk memperlambat aliran darah ke daerah yang luka.
Tahap 3 Trombosit melekat dan menyebar pada dinding pembuluh darah yang rusak. Ini disebut adesi trombosit. Trombosit yang menyebar melepaskan zat yang mengaktifkan trombosit lain didekatnya sehingga akan menggumpal membentuk sumbat trombosit pada tempat yang terluka. Ini disebut agregasi trombosit.
Tahap 4 Permukaan trombosit yang teraktivasi menjadi permukaan tempat terjadinya bekuan darah. Protein pembekuan darah yang beredar dalam darah diaktifkan pada permukaan trombosit membentuk jaringan bekuan fibrin.
(Gugun,2007)
Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII dan XIII dan Faktor Von Willebrand ) bekerja seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. Ini disebut cascade koagulasi (Lihat Gambar 2.).

Gambar 2a. cascade koagulasi normal Gambar 2b. cascade koagulasi penderita penyakit von willebrand
(Gugun,2007)

VWD dapat terjadi pada dua tahap terakhir pada proses pembekuan darah. Pada tahap ke 3, seseorang dapat berkemungkinan tidak memiliki cukup Faktor Von Willebrand (VWF) di dalam darahnya atau faktor tersebut tidak berfungsi secara normal. Akibatnya VWF tidak dapat bertindak sebagai perekat untuk menyangga trombosit di sekitar daerah pembuluh darah yang mengalami kerusakan. Trombosit tidak dapat melapisi dinding pembuluh darah. (Gugun,2007)

Pada tahap ke 4, VWF membawa Faktor VIII. Faktor VIII adalah salah satu protein yang dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang kuat. Tanpa adanya faktor VIII dalam dalam jumlah yang normal maka proses pembekuan darah akan memakan waktu yang lebih lama. (Gugun,2007)

Manisfestasi klinik

Penderita penyakit ini akn mudah mengalimi pendarahan karena faktor perekatnya dalam proses pembekuan darah berkurang atau proses penutupan luka berlangsung lama dikarenakan proses pembekuan darahnya memerlukan waktu yang lebih lama dibanding orang normal. (Gugun,2007)

3. Trombositosis

Peningkatan jumlah trombosit di atas 400.000/mm3. Trombositosis dibagi menjadi dua yaitu:
1. Trombositosis primer
Terlihat pada gangguan mieloproliferatif seperi plosistemia vena atau leukemia grunulomasitik kronik dimana bersama kelompok sel lainnya mengalami poliferasi abnormal sel megakariosit dalam sumsum tulang.

2. Trombositosis sekunder
Terjadi akibat stress atau kerja fisik disertai pengeluaran trombosit dari pool cadangan ( dari limpa) atau saat terjadinya peningkatan permintaan sumsum tulang seperti pada pendarahan atau pada anemia hemolitik.
Jumlah trombosit yang meningkat juga ditemukan pada orang yang limpanya sudah dibuang dengan pembedahan. Limpa adalah tempat penyimpanan dan penghancuran utama trombosit, splenektomi tanpa disertai penguranga pembentukan sumsum tulang juga dapat menyebabkan trombositosis. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)

  • Ø Patogenesis

Apabila konsentrasi trombosit tinggi, terjadi agregasi spontan pada trombosit, menyumbat kapiler-kapiler darah yang lembut. Pada proses ini, dinding kapiler akan rusak yang dapat menimbulkan . pemeriksaan masa pendarahan dan fungsi trombosit lain pada umumnya dalam batas normal. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003.)

  • Ø Manisfestasi klinis

Meningkatnya jumlah trombosit di dalam plasma darah, dapat menyebabkan pendarahan di mukosa, khususnya di dalam mukosa saluran cerna., pendarahan juga terjadi di pembuluh darah vena dan arteri. Fungsi abnormal dari trombosit dapat menyebabkan pendarahan yang panjang. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

4.Trombositopenia

Trombositopenia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan trombosit. Kadar trombosit di dalam plasma darah kurang dari 200.000 permilimeter kubik. Trombosit adalah salah satu protein dalam pembekuan darah. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

Trombositopenia dapat disebabkan oleh:
1. sumsum tulang menghasilkan sedikit trombosit
misalnya pada penyakit:
– Anemia aplastik
– Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
– Leukimia
– Pemakaian alkohol yang berlebihan
– Anemia Megaloblastik
– Kelainan sumsum tulang

2. Trombosit terperangkap dalam limpa yang membesar
Misalnya pada penyakit:
– Sirosis disertai spenomegali kongestif
– Mielfibrosis
– Penyakit Gaucher

3. Trombosit menjadi terlarut
Misalnya pada :
– Penggantian darah yang masif atau transfusi ganti ( karena platelet tidak dapat bertahan di dalam darah yang ditransfusikan )
– Pembedahan bypass kardiopulmoner
4. Meningkatnya penggunaan ataau penghancuran trombosit
Misalnya pada penyakit:
– Purpura trombositopenik idiopatik (ITP)
– Infeksi HIV
– Purpura setelah transfusi darah
– Obat-obatan ( heparin, kunidin, kuinin, antibiotik yang mengandung sulfa, beberapa obat diabetes per-oral, garam emas, rifamicin )
– Leukimia kronik pada bayi yang baru lahir
– Limfoma
– Lupus eritematosus sistemik
– Purpura trombositopenik trombotik
– Sindroma hemolitik-uremik
– Sindrama gawat pernapasan dewasa
– Infeksi berat disertai septikemia
5. Keadaan-keadaan yang melibatkan pembekuan dalam pembuluh darah ( komplikasi kebidanaan, kanker, keracunan darah (septikemia), akibatbakteri gram negatif, kerusakan otak traumatik. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

Manisfestasi Klinis

Pendarahan pada kulit bisa merupakan pertanda awal dari jumlah trombosit yang berkurang, bintuk-bintik keunguan seringkali muncul di tungkai bawah dan cedera ringan bisa menyebabkan memar yang menyebar.
Penyakit ini dapat menyebabkan pendarahaan pada gusi. Di dalam tinja dan air kemih juga dapat ditemukan darah. Pada penderita wanita, darah pada waktu menstruasi sangat banyak. Pendarahan sulit berhenti sehingga pembedahan dan kecelakaan bisa berakibat fatal bagi penderita. Jika jumlah trombosit semakin. menurun, maka pendarahan akan semakin memburuk. Jumlah trombosit kurang dari 5.000-10.000/ml bisa menyebabkan hilangnya sejumlah besar darah melalui saluran pencernaan atau terjadi pendarahan di otak ( meskipun otaknya tidak mengalami cedera ) yang dapat berakibat sangat fatal bagi kehidupan penderita. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

5. D.I.C( disseminated intravascular coagulation ) atau pembekuan intravaskuler tersebar.
Pembekuan intravaskuler tersebar (DIC) adalah sindrom multifaset, sindrom kompleks dimana homeostatik normal dan sistem fisiologik yang mempertahankan darah agar tetap cair berubah menjadi sistem yang patologik, sehingga terjadi trombi fibrin yang menyumbat miovaskuler dari tubuh. Keadaan ini sering timbul akibat banyaknya jaringan yang cedera atau mati yang melepaskan faktor jaringan dalam jumlah besar kedalam darah, seringkali bekuan ini ukurannya kecil-kecil tapi banyak dan bekuan ini menyumbat sejumlah besar darah perifer yang kecil, terutama terjadi pada syok septikemik. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003)

Faktor penyebab
1. Mikroorganisme : bakteri dan jamur
Misalnya : pada syok septikemik.
Bakteri mengiritasi lapisan pembukuh darah (terutama endotoksin) sehingga mengaktifkan mekanisme pembekuan darah.

2. Luka Bakar
Luka bakar yang terlalu parah dapat menyebabkan banyak sekali sumbatan pembuluh darah.
3. Leukimia Promielositik
4. Produk – produk tumor
5. Cedera remuk
6. Solusio plasenta (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

Patogenesis

Diawali dengan masuknya materi atau aktivasi proakoagulasi ke dalam sirkulasi darah. Ini dapat ditemukan pada setiap keadaan dimana tromboplastin jaringan dibebaskan karena terjadi perusakan jaringan yang mengalami pembekuan-pembekuan ekstrinsil. Karena plasenta banyak mengandung tromboplastin jaringan, maka salah satu penyebab DIC yang paling sering adalah solusio plasenta (pelepasan plasenta yang prematur) sehingga menyebabkan tertahannya hasil – hasil konsepsi ( plesenta fetus ) yang menyebabkan nekrosis dan kerusakan jaringan lebih lanjut.Produk – produk tumor, luka bakar, cedera remuk dan leukimia promielositik semuanya menyebabkan pelepasan tromboplastin. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., Patofisioogi klinik proses-proses penyakit vol.1.)

Awal jaras intrinsik juga terjadi bila proakogulan intrinsik kontak dengan endotel pembuluh yang rusak seperti pada vaskulitis, septic dan syok. Selama proses pembekuan, trombosit akan beragregasi dan bersama-sama dengan faktor-faktor pembekuan, sehingga jumlah trombosit berkurang. Hasil trombi fibrin dapat menyebabkan sumbatan pada mikrovaskular jika jumlahnya banyak, jika jumlahnya sedikit maka tidak akn menyebabkan sumbatan di mikrovaskular. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

  • Ø Manisfestasi Klinis

Manisfestasi klinis yang terjadi pada DIC tergantung dari luas dan lamanya pembentukan trombofibrin organ-organj yang terlibat ( gijal, jantung, hipofise, paru-paru, dan mukosa saluran cerna), nekrosis dan pendarahan yang ditimbulkan.
Dampaknya adalah, penderita akan mengalami perdarahan pada membran mukosa dan jaringan – jaringan bagian dalam, pendarahan disekitar bagian yang cedera, hipotensi ( syok ), oliguri atau anuria, kejang dan koma, mual dan muntah, diare, nyeri abdomen, nyeri punggung, dispnea dan sianosis. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

6. kelainan Vaskular

Berbagai kelainan dapat terjadi pada tiap tingkat mekanisme hemostatik. Pasien dengan kelainan pada system vascular biasanya datang dengan perdarahan kulit, dan sering mengenai membrane mukosa. Perdarahan dapat diklasifikasikan menjadi purpura alergik dan purpura nonalerik. Pada kedua keadaan ini, fungsi trombosit dan factor koagulasi adalah normal.Terdapat banyak bentuk purpura nonalergik, yaitu pada penyakit-penyakit ini tidak terdapat alergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk vaskulitis. Yang paling sering ditemukan adalah lupus eritematosus sistemik. Kelainan ini merupakan penyakit vascular-kolagen, yaitu pasien membentuk autoantibody. Vaskulitis, atau peradangan pembuluh darah terjadi dan merusak integritas pembuluh darah, mengakibatkan purpura. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., Patofisioogi klinik proses-proses penyakit vol.1.)

Jaringan penyokong pembuluh darah yang mengalami perburukan, dan tidak efektif, yang terjadi seiring proses penuaan, mengakibatkan purpura senilis. Umumnya terlihat perdarahan kulit pada dorsum manus dan lengan bawah serta diperburuk oleh trauma. Kecuali mengganggu secara kosmetik, keadaan ini tidak membahayakan jiwa. Manifestasi kulit yang serupa juga terlihat pada terapi kortikosteroid jangka lama, yang diyakini diakibatkan dari katabolisme protein di dalam jaringan penyokong pembuluh darah. Skorbut, yang berkaitan dengan malnutrisi, dan alkoholisme, sama-sama mempengaruhi integritas jaringan ikat dinding pembuluh darah.Bentuk purpura vascular yang dominant autosomal, telangiektasia hemoragik herediter (penyakit Osler-Weber-Rendu), terdapat terdapat pada epistaksis dan perdarahan saluran cerna yang intermiten dan hebat. Telangiektasia difus umumnya terjadi pada masa dewasa, ditemukan pada mukosa bukal, lidah, hidung dan bibir dan tampaknya meluas ke seluruh saluran cerna. Pengobatan terutama suportif. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., Patofisioogi klinik proses-proses penyakit vol.1.)
Sindrom Ehlers-Danlos, suatu penyakit herediter lain, meliputi penurunan daya pengembangan (compliance) jaringan perivascular yang menyebabkan perdarahan berat. Purpura alergik atau purpura anafilaktoid diduga diakibatkan oleh kerusakan imunologik pada pembuluh darah, ditandai dengan perdarahan petekie pada bagian tubuh yang tergantung dan juga mengenai bokong. Purpura Henoch-schÖnlein, suatu trias purpura dan perdarahan mukosa, gejala-gejala salurancerna, dan arthritis, merupakan bentuk purpura alergik yang terutama mengenai anak-anak. Mekanisme penyakit ini tidak diketahui dengan baik. Gejala-gejalanya sering didahului oleh keadaan infeksi. Pasien-pasien mengalami peradangan pada cabang-cabang pembuluh darah, kapiler dan vena, mengakibatkan pecahnya pembuluh, hilangnya sel-sel darah merah, dan perdarahan. Glomerulonefritis merupakan komplikasi yang sering terjadi. Pengobatan bersifat suportif dengan menghindari aspirin serta senyawa-senyawanya. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

DAFTAR PUSTAKA

Dr.Umar zein, kepala dinkes kota medan. 2008. Www.waspada.online.com

Canadian Hemophilia Society, What is Hemophilia ? – 1999
World Federation of Hemophilia, Hemophilia in Pictures – 1998. Copyright Indonesian Hemophilia Society – 2007 Created By Gugun

Price.Sylvia A &Lloraine M.Wilson,2003. Patofisioogi klinik proses-proses penyakit vol.1.)

Entry Filed under: Medical

Leave a comment

Trackback this post  |  Subscribe to comments via RSS Feed

Pages

Categories

Calendar

July 2009
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031